Siang itu hari Kamis, 24 Mei 2012 sekitar pkl. 11.00 WIB suasana sepi-sepi saja. Hanya ada beberapa orang nongkrong di kedai kecil jual minuman atau sekedar kopi manis. Kedai itu berada di sudut gedung Dewan Kesenian Indramayu (DKI) sebelah barat. Tak tampak hilir mudik orang-orang dari dalam gedung DKI atau Wisma Dharma, sehingga tidak terkesan dari luar sedang ada pameran seni rupa Solo Exhibition dari Perupa Affin Riyanto. Pengunjung pameran tunggal seni rupa itu benar-benar tak tampak, baik itu dari para pelajar, mahasiswa maupun orang-orang dari luar atau masyarakat.
Ketika memasuki ruang gedung, terpampang lukisan sekeliling yang ditempel di dinding gedung dan beberapa lukisan lainnya di pasang dengan menggunakan penyanggah. Siang itu, memang benar-benar tidak ada satu pengunjung pun yang melihat lukisan. Sebanyak 25 lukisan di pajang dalam pameran tunggal yang diselenggarakan mulai dari tanggal 19 Mei 2012 s/d 25 Mei 2012 mulai jam 09.00 WIB – 22.00 WIB.
Pameran tunggal selama 7 hari yang digelar oleh Affin Riyanto dengan memerkan sebanyak 25 lukisan, lukisan semuanya menggunakan teknik cat minyak dengan kanvas dengan ukuran lukisan terbanyak 180 Cm x 140 Cm. Jika melihat proses kreatifnya terbagi dalam 4 periode, yaitu lukisan yang dibuat pada tahun 2009 sebanyak 4 lukisan, tahun 2010 sebanyak 6 lukisan, tahun 2011 sebanyak 3 lukisan dan tahun 2012 sebanyak 12 lukisan.
Apa alasan utama mengapa Affin Riyanto sebagai perupa (pelukis) memilih pameran tunggal dalam proses kreatif kesenimanannya, dalam hal ini sebagai perupa? “Usia saya sekarang ini memasuki kepala 4 (40 tahun). Jadi sudah waktunya berpameran tunggal. Usia 40 tahun merupakan usia yang sangat menentukan untuk kebanyakan orang, termasuk saya. Ukuran menuju kesuksesan biasanya akan terlihat pada usia ke 40 tahun”, tutur Affin Riyanto.
Misi saya mengadakan pameran lukisan tunggal ini adalah untuk ikut mewarnai khazanah seni rupa di Indramayu umumnya di Indonesia. Juga untuk memotivasi diri saya sendiri agar tidak terlena, sekalipun saya juga bekerja di Pertamina Balongan sebagai tenaga outshorching, ucap Affin Riyanto.
Tema pameran lukisan saya adalah “Negri Minyak”. Pertamina Balongan buat saya ada banyak masalah, antara lain saol pencemaran baik udara maupun perairan seperti limbah, yang pada akhirnya membawa dampak sosial lingkungan yang tak pernah terselesaikan. Pertamina Balongan menjadi eksklusif dan tercipta jarak yang membentang dengan kehidupan sosial masyarakat di sekitarnya, papar Affin Riyanto.
Tema pameran lukisan saya adalah “Negri Minyak”. Pertamina Balongan buat saya ada banyak masalah, antara lain saol pencemaran baik udara maupun perairan seperti limbah, yang pada akhirnya membawa dampak sosial lingkungan yang tak pernah terselesaikan. Pertamina Balongan menjadi eksklusif dan tercipta jarak yang membentang dengan kehidupan sosial masyarakat di sekitarnya, papar Affin Riyanto.
Buat saya Pertamina Balongan itu menjadi lucu. Saya mengirim proposal ke Pertamina sebelum pameran lukisan tapi sama sekali tidak ada responnya. Tahu-tahu setelah pameran digelar kemudian ada utusan (orang) Pertamina Balongan datang menemui saya dan mau bantu dana sebesar Rp 2 juta, tapi kemudian ada embel-embelnya, minta 2 lukisan yang ukuran besar yang tengah dipemerkan tersebut. Saya merasa terhina dengan cara Pertamina Balongan seperti itu, tegasnya.
Saya tahu persis di dalam Pertamina Balongan. Benar dalam Pertamina Balongan itu makmur tapi bagi karyawannya. Coba saja baru masuk atau diterima bekerja di Pertamina Balongan dan baru bekerja beberapa bulan saja sudah bisa beli mobil. Saya tahu betul di dalamnya, banyak cost-cost (biaya-biaya atau pengeluaran) untuk kegiatan keluar tapi kegiatan tersebut sebenarnya tidak bersinergi untuk event-event yang jelas arahnya. Keberadaan PKBL yang memberikan bantuan modal untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat benar tidak tertutup tapi ngucurnya bantuan modal tersebut yang tertutup. Pertamina juga tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya, lihat saja jalan depan Kilang saja tidak ada lampu penerangan jalannya. Padahal bila lampunya terang, pikiran kita juga terang, ucap Affin Riyanto ketika ditemui di gedung Wisma Dharma atau gedung DKI, Kamis, 24/5/2012 pkl. 11.00 WIB yang ditemani Abuk (Yanto A. Nugraha).
Pertamina Balongan kepedulian terhadap seniman (Pelukis) tidak ada. Padahal saya bekerja di Pertamina balongan, apalagi seniman yang lain. Kalau statemen saya di media ini dipermasalahkan oleh Pertamina Balongan, dan kemudian sampai saya di-PHK-kan gara-gara lukisan saya yang mengekspresikan kegelisahan saya terhadap Pertamina Balongan yang kurang bersinggungan dengan masalah kehidupan sosial dan lingkungan, ya saya akan siap menerima segala resikonya, tegas Affin Riyanto.
Menurut Abuk (Yanto A. Nugraha) yang setia mangkal di gedung DKI dalam kesenimannya mengatakan, Pertamina Balongan sangat menghina sekali kepada seniman (Affin Riyanto). Uang Rp 2 juta minta 2 lukisan ukuran besar. Itu namanya benar-benar penghinaan terhadap pelukis. Waktu saya mengirimkan proposal untuk kegiatan sastra pun ditolak oleh Pertamina Balongan. Tapi anehnya ada juga yang baca sajak satu dua sajak dengan tema Pertamina yang dipuji-puji, lantas dibayar tinggi.
Pameran lukisan sebanyak 25 lukisan karya Affin Riyanto selama seminggu, kemudian pada hari terkhir, Jum’at, 25/5/2012 digelar acara diskusi dalam 2 tahap, Juam’at siang diskusi menghadirkan pembicara Pelukis Dartim alumnus Lembaga Kesenian Jakarta sebelum menjadi IKJ (Institut Kesenian Jakrta), Kijoen (yang pernah menjadi pelukis juga dan Penyair) dari Majalengka sebagai sporting Affin Riyanto, didampingi Abuk dan Ruswa politisi PKS Indramayu. Hari berikutnya, Sabtu sore, diskusi seni rupa menghadirkan Diyanto seorang pelukis alumnus ITB dan kini menjadi Dosen Seni Rupa Universitas Parahiayang (Unpar) Bandung yang dihadiri sekitar 10 orang di antaranya ada dari kalangan pelukis, penyair, pemusik dan akademisi serta dari luar komunitas kesenimanan. **Tim KJ 1001***
sumber: Koran JURNAL PKSPD.Com
sumber: Koran JURNAL PKSPD.Com
0 komentar:
Posting Komentar